Kesimpulan Diskusi WAG SANINDO
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Selasa, 11 Juli 2017
Thema : Hubungan Suami Istri
Judul : Bulan Madu
Sail : Bu Aniq
______________________________________
Diskripsi Masalah
Sebut saja namanya Bu Fulanah seorang istri cantik yang sedang melakukan hubungan intim pada malam pertamanya dengan suaminya Pak Fulan... di saat sedang melakukan hubungan..sang suami Pak Fulan meminta istrinya untuk memasukan Mr. P nya ke dalam mulut Bu Fulanah.yang awalnya Bu Fulanah merasa sedikit Ragu/jijik karena memang belum pernah melakukan hal demikian,di samping itu Bu Fulannah berfikir,ini adalah perminta'an suaminya yang mungkin harus di turuti, Dan terjadilah hingga Pak Fulan merasakan kenikmatan yang dahsyat.
Pertanyaan
1. Apakah wajib sang istri menuruti permintaan suami,seperti dalam hal di atas ??
2. Bagaimana hukum.nya masukin Mr. P ke mulut istri dan sebaliknya (oral seks)??
_______________________________________
Jawaban
[1] Apakah wajib sang istri menuruti permintaan suami,seperti dalam hal di atas ??
. لا طاعة لمخلوق في معصية الخالق
Tetap wajib,,sekirakanya tidak ada unsur kemaksiyatan
[2] Bagaimana hukum.nya masukin Mr. P ke mulut istri dan sebaliknya (oral seks)?
Boleh dengan perincian
Prolog
Oral seks adalah aktivitas seksual yang menjadikan alat kelamin lelaki dan wanita sebagai obyek. Baik itu dengan cara mencium, mengecup, menjilat, mengulum, atau mempermainkan alat kelamin pasangannya. Baik dilakukan sebagai aktivitas pemanasan (foreplay) sebelum bersetubuh maupun sebagai sarana seks tersendiri untuk mencapai orgasme.
Dalam istilah kontemporer, oral seks dibahasakan dengan
الجنس الفموي/الجنس الشفوي/الجماع الفموي
Seksual / الجنس
Oral seks berupa dua macam, yakni aktivitas menjilat kelamin wanita oleh lelaki (Cunnilingus) dan aktivitas menghisap kelamin lelaki oleh wanita (Fellatio).
Mengenai Cunnilingus (oral seks pada kelamin wanita) disebutkan secara sharih keterangan kebolehannya oleh sejumlah ulama:
Zainuddin al-Malaibari:
( تتمة ) يجوز للزوج كل تمتع منها بما سوى حلقة دبرها ولو بمص بظرها
"Boleh bagi suami menikmati semua jenis aktivitas seks dari istrinya selain pada lingkaran duburnya, meskipun dilakukan dengan menghisap klitorisnya" (Fathul Mu'in, 3/340).
Al-Bahuthi:
قال القاضي يجوز تقبيل فرج المرأة قبل الجماع
"Qadhi Ibnu Muflih berkata: Boleh mencium kelamin isterinya sebelum bersetubuh" (Kasysyaful Qana', 5/17).
Al-Haththab:
وقد روي عن مالك أنه قال لا بأس أن ينظر إلى الفرج في حال الجماع وزاد في رواية ويلحسه بلسانه
"Disebutkan riwayat dari Imam Malik bahwasanya beliau berkata: Tidak apa-apa melihat kemaluan saat bersetubuh. Ditambahkan dalam riwayat lain: Serta menjilat kemaluan tersebut dengan lidahnya." (Mawahib al-Jalil, 5/23).
Al-Qurthubi:
وقد قال أصبغ من علمائنا : يجوز له أن يلحسه بلسانه
"Ashbagh salah satu ulama [malikiyah] kami berkata: Boleh baginya [suami] menjilatnya [kemaluan istrinya] dengan lidahnya." (Tafsir Al-Qurthubi, 12/232).
Sedangkan mengenai Fellatio (oral seks pada kelamin lelaki) disebutkan secara mafhum dari dhabith umum kebolehan semua aktivitas seksual serta pendekatan-pendekatan tekstual dalam beragam literatur klasik:
Dalam Fathul Mu'in tentang dhabith umum tamaththu':
( تتمة ) يجوز للزوج كل تمتع منها بما سوى حلقة دبرها ولو بمص بظرها
"Boleh bagi suami menikmati semua jenis aktivitas seks dari istrinya selain pada lingkaran duburnya, meskipun dilakukan dengan menghisap klitorisnya" (Fathul Mu'in, 3/340)
Mahallu syahid: 'menikmati semua jenis aktivitas seks dari istrinya.'
Dalam Tafsir ath-Thabari tentang obyek umum tamaththtu' dzakar:
حدثنا تميم قال، أخبرنا إسحاق، عن شريك، عن ليث قال: تذاكرنا عند مجاهد الرجل يلاعب امرأته وهي حائض، قال: اطعن بذكرك حيث شئت فيما بين الفخذين والأليتين والسرة، ما لم يكن في الدبر أو الحيض.
"Telah menceritakan kepada kami Tamim, telah mengkhabarkan kepada kami Ishaq, dari Syarik, dari Laits berkata: Kami di sisi Mujahid membicarakan tentang seorang lelaki yang mencumbu istrinya saat Haid. Mujahid berkata; "Tusukkan alat kelaminmu di manapun yang engkau kehendaki; di antara dua paha, dua pantat, dan pusar. Selama tidak di anus atau saat datang haidh." (Tasfir ath-Thabari, 4/380)
Mahallu syahid: 'Tusukkan alat kelaminmu di manapun yang engkau kehendaki.'
Dalam Hasyiyah ad-Dasuqi tentang hukum asal mubahnya tubuh istri selama tidak ada ketentuan khusus nash:
قَوْلُهُ ( فَيَجُوزُ التَّمَتُّعُ بِظَاهِرِهِ ) أَيْ وَلَوْ بِوَضْعِ الذَّكَرِ عليه وَالْمُرَادُ بِظَاهِرِهِ فَمُهُ من خَارِجٍ وما ذَكَرَهُ الشَّارِحُ من جَوَازِ التَّمَتُّعِ بِظَاهِرِ الدُّبُرِ هو الذي ذَكَرَهُ الْبُرْزُلِيُّ قَائِلًا وَوَجْهُهُ عِنْدِي أَنَّهُ كَسَائِرِ جَسَدِ الْمَرْأَةِ وَجَمِيعُهُ مُبَاحٌ إذْ لم يَرِدْ ما يَخُصُّ بَعْضُهُ عن بَعْضٍ بِخِلَافِ بَاطِنِهِ اه
"[Diperbolehkan mencumbui pada luar dubur] yakni walau dengan menaruh kemaluan di atasnya. Yang dimaksud dengan luar dubur yaitu mulut dubur dari arah luar tubuh. Pendapat Pensyarah tentang kebolehan mencumbui luar dubur adalah sebagaimana yang dikatakan oleh al-Burzuli, dia berkata: 'Konsepnya, menurutku, bagian luar dubur adalah sebagaimana keseluruhan bagian tubuh wanita, kesemua tubuh wanita diperbolehkan mengingat tidak dijumpai ketentuan khusus nash pada bagian tubuh wanita tertentu, berbeda dengan bagian dalam dubur.' Demikian perkataan al-Burzuli. " (Hasyiyah ad-Dasuqi, 2/216)
Mahallu syahid: 'Kesemua tubuh wanita diperbolehkan mengingat tidak dijumpai ketentuan khusus nash pada bagian tubuh wanita tertentu'.
Dalam al-Inshaf tentang mencium dzakar:
الثانية: ليس لها استدخال ذكر زوجها وهو نائم بلا إذنه ولها لمسه وتقبيله بشهوة
"Tidak berhak bagi istri memasukkan alat kelamin suaminya tanpa seijinnya sementara suami dalam keadaan tidur, namun istri boleh merabanya dan menciumnya dengan syahwat" (al-Inshaf, 8/27)
Dalam al-Mughni li Ibni Qudamah tentang kesunahan foreplay:
وقد روي عن عمر بن عبد العزيز عن النبي صلى الله عليه و سلم أنه قال :لا تواقعها إلا وقد أتاها من الشهوة مثل ما أتاك لكيلا تسبقها بالفراغ
"Diriwayatkan dari Umar bin Abdul Aziz, dari Nabi SAW bahwasanya beliau berkata: Janganlah engkau menyetubuhinya kecuali dia telah bangkit syahwatnya sebagaimana dirimu, agar engkau tidak mendahuluinya dalam klimaks." (al-Mughni li Ibnu Qudamah, 8/136)
Berangkat dari kaidah umum para ulama klasik, selanjutnya oral seks dibahas juga oleh sejumlah ulama kontemporer
Menengok pada dinamika opini ilmiah masa kini tentang oral seks, maka terdapat sejumlah pendapat berseberangan yang masih perlu ditinjau ulang.:
, oral seks adalah tradisi Romawi Kuno dan India kuno. Dengan demikian terjadi tasyabbuh bil kuffar yang diharamkan.
Tidak semua tasyabbuh itu haram. Ibnu Hajar al-'Asqalani menggarisbawahi bahwa tasyabbuh yang diharamkan adalah selain tasyabbuh dalam urusan kebaikan. Sementara oral seks adalah bagian dari pemanasan seksual yang dianjurkan.
Dalam Fathul Bari:
وقال الشيخ أبو محمد بن أبي جمرة نفع الله به ما ملخصه ظاهر اللفظ الزجر عن التشبه في كل شيء لكن عرف من الأدلة الأخرى أن المراد التشبه في الزي وبعض الصفات والحركات ونحوها لا التشبه في أمور الخير
"Syekh Abu Muhammad bin Abi Hamzah -semoga Allah memberi kemanfaatan padanya- berkata: Kesimpulan dari dzahir teks nash adalah larangan menyerupai pada setiap sesuatu (dari orang kafir). Akan tetapi dalil-dalil lainnya menunjukkan yang dimaksud menyerupai adalah menyerupai dalam atribut, sebagian sifat-sifat, perilaku, dan semacamnya. Bukan menyerupai dalam urusan kebaikan." (Fathul Bari, 13/333)
Argumen tersebut adalah perasaan subyektif manusia yang tidak bisa semata-mata dijadikan dalil. Sifatnya relatif dan bisa berbeda-beda tiap manusia. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam enggan menyantap dhab (sejenis reptil arab) sementara Khalid bin Walid memakannya. Gaya persetubuhan dari belakang tadinya dipandang hina oleh kaum wanita Anshar dan Umar namun syariat memperbolehkannya.)
Wacana , oral seks bisa membuat madzi tertelan sementara madzi najis dan haram dimakan.
Analogi yang paling dekat dengan masalah ini adalah pada oral seks Cunnilingus. Sebagaimana dijelaskan di atas, telah disebutkan dalam Fathul Mu'in, Kasysyaful Qana', Mawahibul Jalil, dan beragam kitab lainnya bahwa oral seks kelamin wanita diperbolehkan meskipun sama-sama beresiko menelan madzi. Boleh jadi hal itu karena sifat keluarnya madzi tidak pasti, di samping bisa dimuntahkan. Antara lain mengambil i'tibar dari kesucian dzakar dari rembasan farji (ruthubah farji) dikarenakan sifat keluarnya ruthubah yang tidak bisa dipastikan kapan keluar dari kelamin wanita.
أَمَّا الرُّطُوبَةُ الْخَارِجَةُ مِنْ الْبَاطِنِ فَنَجِسَةٌ مُطْلَقًا وَإِنَّمَا قُلْنَا بِطَهَارَةِ ذَكَرِ الْمُجَامِعِ وَنَحْوِهِ ؛ لِأَنَّا لَا نَقْطَعُ بِخُرُوجِهَا
"Sedangkan rembasan yang keluar dari dalam farji maka mutlak najis, sedangkan mengenai pendapat kami tentang sucinya dzakar orang yang bersetubuh dan sebagainya maka hal itu dikarenakan kami tidak bisa memastikan keluarnya rembasan farji itu." (Syarhul Bahjah al-Wardiyyah, 1/149)
Wacana , oral seks makruh ketika terjadi inzal (keluar mani) disamping faktor menjijikkannya.
Wacana ini cukup bagus. Posibilitas makruh dari sisi inzal, yakni dari tinjauan hukum 'azl, bisa dipahami. Namun tambahan 'illat jijik yang dikombinasi dengan tiadanya nash sharih bukan merupakan illat yang kuat sebagaimana dijelaskan sebelumnya.
Pernyataan ini dilontarkan oleh salah seorang tokoh Mesir dengan kutipan ucapannya:
أما إذا كان القصد منه الإنزال فهذا الذي يمكن أن يكون فيه شيء من الكراهة، ولا أستطيع أن أقول الحرمة لأنه لا يوجد دليل على التحريم القاطع، فهذا ليس موضع قذر مثل الدبر، ولم يجئ فيه نص معين إنما هذا شيء يستقذره الإنسان
"Adapun ketika oral seks ditujukan sebagai inzal maka dimungkinkan hukum makruhnya. Aku tidak mampu mengatakan haram sebab tidak ada dalil yang menegaskan keharamannya, oral seks juga bukan pada tempat yang kotor seperti dubur, tidak ditemukan nash spesifik tentang oral seks hanya saja ini termasuk perkara yang dianggap jijik oleh manusia."
oral seks secara dzatiahnya dihukumi mubah, mengingat tidak ada ketentuan khusus nash tentang hal itu sehingga dikembalikan pada hukum mubahnya.
Namun oral seks dilihat dari amrun 'aridh (faktor eksternal) bisa menjadi makruh ketika :
- Dilakukan dengan mata terbuka, sebab ada pendapat yang masyhur tentang makruhnya melihat farji (kelamin lelaki dan wanita).
( وَلِلزَّوْجِ ) وَالسَّيِّدِ فِي حَالِ الْحَيَاةِ ( النَّظَرُ إلَى كُلِّ بَدَنِهَا ) أَيْ الزَّوْجَةِ وَالْمَمْلُوكَةِ الَّتِي تَحِلُّ وَعَكْسُهُ ، وَإِنْ مَنَعَهَا كَمَا اقْتَضَاهُ إطْلَاقُهُمْ ، وَإِنْ بَحَثَ الزَّرْكَشِيُّ مَنْعَهَا إذَا مَنَعَهَا وَلَوْ الْفَرْجَ لَكِنْ مَعَ الْكَرَاهَةِ وَلَوْ حَالَةَ الْجِمَاعِ
"[Boleh bagi suami] juga bagi majikan hamba sahaya di masa hidupnya [melihat setiap badan wanita] istrinya dan sahayanya yang mana dihalalkan serta diperbolehkan juga sebaliknya, meskipun suami/majikan itu tidak berkenan [auratnya dilihat oleh wanita, pen] sebagaimana penjelasan general para ulama, meskipun imam az-Zarkasyi membahas tentang larangannya ketika pihak lelaki tidak memperkenankan, meskipun melihat pada farji namun disertai hukum makruh meskpun saat bersetubuh." (Tuhfatul Muhtaj, 3/181).
- Dilakukan sampai inzal (keluar mani), sebab akan terhukumi sebagaimana 'azl yang juga masyhur hukum makruhnya.
Sumber Refrensi
🔺 I'anathut Thalibin Juz:3 Hal:340
🔺 Kasysyaful Qana' Juz:5 Hal:17
🔺 Mawahib al-jalil Juz:5 Hal:23
🔺 Tafsir Al-qurtubi Juz:12 Hal:232
🔺 Tafsir ath-Thabari Juz:4 Hal:380
🔺 Hasyiyah ad-Dasuqi Juz:2 Hal:216
🔺 Al-inshaf Juz:8 Hal27
🔺 Al-Mughni Li Ibnu Qudamah Juz:8 Hal:136
🔺 Fathul Bari Juz:13 Hal:333
🔺 Syarhul Bahjah al-Wardiyyah Juz:1 Hal:149
🔺 Tuhfatul Muhtaj 3/181
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
(🕋 WAG Santri indonesia🕋)