KISAH EMAS DAN TANAH
Suatu hari, emas berkata kepada tanah,
"Lihatlah dirimu, suram, lemah, tak menarik, dan kotor. Apakah engkau memiliki kilau seperti aku? Apakah nilaimu setinggi aku?"
Tanah dengan tenang menjawab,
"Aku mungkin tidak berkilau seperti dirimu, tetapi akulah yang menumbuhkan bunga dan buah, aku menumbuhkan rumput dan pohon, menjaga kehidupan, dan memberi manfaat bagi banyak makhluk. Bisakah kau melakukan itu, emas?"
Emas pun terdiam tanpa kata.
Begitu pula dalam kehidupan ini. Tak sedikit orang seperti emas—berharga, memukau, namun sering kali kurang memberi manfaat bagi sesama. Mereka sukses dalam karier, rupawan dalam rupa, tetapi enggan membantu, bahkan sekadar peduli. Meskipun di sekitar mereka ada begitu banyak yang membutuhkan pertolongan, sikap cuek tetap mendominasi.
Namun Allah Maha Adil. Lahir pula pribadi-pribadi yang menyerupai tanah; sederhana, tidak menonjol, tapi selalu siap mengulurkan tangan kapan saja dibutuhkan.
Makna sejati dari hidup bukan terletak pada seberapa tinggi nilai atau status kita di mata dunia, melainkan pada seberapa besar keberadaan kita memberi manfaat bagi sesama.
Hidup kita baru benar-benar bermakna apabila keberadaan kita menjadi berkah buat orang lain. Apalah arti kesuksesan, kekayaan, posisi penting, atau segudang ilmu jika semua itu tidak bermanfaat bagi diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan sekitar. Apa gunanya kemakmuran jika tak pernah berbagi? Buat apa kepintaran bila tak mampu memberikan inspirasi?
Hidup adalah perjalanan. Ada masa untuk memberi dan ada saatnya kita menerima. Jadilah seperti tanah—biasa namun bermanfaat, sederhana tapi berkah bagi banyak orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar