BERSERAH DIRI KEPADA ALLAH SWT
BEBERAPA AYAT ALQURAN menegaskan tentang kemestian manusia untuk berserah diri kepada Allah Swt.,
diantaranya:
وَمَنْ يَّرْغَبُ عَنْ مِّلَّةِ اِبْرٰهٖمَ اِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهٗ ۗ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنٰهُ فِى الدُّنْيَاۚ وَاِنَّهٗ فِى الْاٰخِرَةِ لَمِنَ الصّٰلِحِيْنَ
"Dan orang yang membenci agama Ibrahim, hanyalah orang yang memperbodoh dirinya sendiri. Dan sungguh, Kami telah memilihnya (Ibrahim) di dunia ini. Dan sesungguhnya di akhirat dia termasuk orang-orang saleh." (QS. Al-Baqarah[2]:130)
اِذْ قَالَ لَهٗ رَبُّهٗٓ اَسْلِمْۙ قَالَ اَسْلَمْتُ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
"(Ingatlah) ketika Tuhan berfirman kepadanya (Ibrahim), “Berserahdirilah!” Dia menjawab, “Aku berserah diri kepada Tuhan seluruh alam.”" (QS. Al-Baqarah[2]:131)
وَوَصّٰى بِهَآ اِبْرٰهٖمُ بَنِيْهِ وَيَعْقُوْبُۗ يٰبَنِيَّ اِنَّ اللّٰهَ اصْطَفٰى لَكُمُ الدِّيْنَ فَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ ۗ
"Dan Ibrahim mewasiatkan (ucapan) itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. “Wahai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini untukmu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan Muslim.”" (QS. Al-Baqarah[2]:132)
Ayat-ayat itu menyebutkan sikap berserah diri kepada Allah. Sehingga, kita bisa mengatakan bahwa berserah diri adalah keadaan dan tingkah yang agung. Sikap berserah diri meliputi aspek lahir dan batin. Lahirnya taat kepada Allah, dan batinnya tidak menentang-Nya.
Islam berarti ketundukan seluruh anggota tubuh, sedangkan sikap pasrah adalah ketundukan hati. Perumpamaannya, Islam adalah seperti rupa atau bentuk, sedangkan sikap pasrah adalah ruhnya. Islam adalah aspek lahir, sedangkan sikap pasrah adalah aspek batinnya.
Seorang muslim adalah yang menyerahkan dirinya kepada Allah. Lahirnya melaksanakan perintah Allah dan batinnya berserah diri pada ketentuan-Nya.
Maqam pasrah diraih ketika seorang hamba tidak menentang seluruh keputusan Allah dan berserah diri pada ketentuan-Nya. Siapa pun yang mengaku muslim, ia diniscayakan untuk berserah diri. Allah berfirman, "Katakan, "Tunjukkan buktinya jika kalian memang benar."
Bukankah ketika Ibrahim a.s. diperintah oleh Allah untuk berserah diri, ia berkata, "Aku telah berserah diri kepada Tuhan semesta alam."
Ketika ia diikat di manjanik (ketapel besar), para malaikat berdoa untuknya, "Tuhan, kekasih-Mu tengah mendapat ujian seperti yang Engkau ketahui"
Tuhan menjawab, "Jibril, temuilah Ibrahim. Jika ia meminta tolong kepadamu, tolonglah! Namun jika tidak, biarkanlah. Aku bersamanya"
Kemudian Jibril mendatanginya dan berkata, "Ada yang kau butuhkan?"
Ibrahim menjawab, "Kepadamu, aku tidak butuh apa-apa. Aku hanya membutuhkan kepada Allah"
"Maka, mintalah kepada-Nya!"
"Cukuplah bagiku bahwa Dia mengetahui keadaanku."
Ibrahim tidak meminta pertolongan kepada selain Allah. Perhatiannya tidak tertuju kepada selain-Nya.
la senantiasa berserah diri kepada keputusan-Nya dan merasa cukup dengan pengaturan, pemeliharaan, dan
ilmu-Nya. la mengetahui bahwa Tuhan Maha Lembut kepadanya dalam segala keadaannya. Karena itu, Allah memujinya, "Dan Ibrahim yang menepati janji."
Dia juga menyelamatkannya, "Kami katakan, Wahai api, jadilah dingin dan selamat bagi Ibrahim."
Para ulama mengatakan bahwa seandainya Allah tidak berkata, "(dan jadilah) selamat" tentu dinginnya
api akan membinasakan Ibrahim. Namun, Allah menghendaki keselamatannya sehingga api itu pun padam. Mereka juga mengatakan bahwa, sebagaimana diterangkan oleh para nabi, ketika itu semua api di Timur
dan Barat padam karena mengira Tuhan memerintah mereka semua. Dan dikisahkan bahwa api itu hanya
membakar ikatan Ibrahim.
*Perlihatkan Rasa Butuh Hanya kepada Allah*
Perhatikanlah ucapan Ibrahim a.s. ketika Jibril bertanya, "Apa yang kaubutuhkan?"
la menjawab, "Aku tidak butuh apa-apa darimu." la tidak mengatakan, "Aku tidak punya kebutuhan." Sebab, maqam kerasulan menuntut penghambaan yang sesungguhnya. Salah satu keniscayaan dari penghambaan adalah menampakkan rasa butuh hanya kepada Allah seraya berdiri di hadapan-Nya dengan sikap papa tanpa menambatkan harapan kepada selain Dia. Karena itu, Ibrahim a.s. berkata, "Kepadamu, aku tidak butuh apa-apa."
Artinya, aku hanya butuh kepada Allah, sedangkan kepadamu, aku tidak butuh. Ucapannya itu memadukan penampakan rasa butuh kepada Allah dan sikap tidak menambatkan harapan kepada selain Dia.
Dengan demikian, keliru jika ada yang mengatakan bahwa "Seseorang belum menjadi sufi sehingga ia tidak punya kebutuhan apa-apa kepada Allah"
Pendapat itu tidaklah tepat, apalagi jika dikatakan kepada orang yang baru mencoba meneladani dan menyempurnakan suluk. Mungkin ucapan itu bisa ditafsirkan bahwa seorang sufi semestinya menyadari bahwa Allah telah memenuhi semua kebutuhannya sebelum ia diciptakan.
Karena itu, ia tidak lagi memiliki kebutuhan kepada-Nya, sebab semuanya telah ditentukan di alam azali. Meniadakan kebutuhan sama dengan meniadakan rasa butuh. Atau, ucapan itu bisa ditafsirkan bahwa seorang sufi senantiasa menuju kepada Allah, dan tidak memerhatikan kebutuhan kepada-Nya. Tentu saja berbeda antara menuju kepada Allah dan meminta kepada Allah. Atau, ucapan itu bisa berarti bahwa seorang sufi mesti berserah diri kepada Allah. la tidak lagi punya keinginan selain apa yang Allah inginkan.
Catatan Penting!
Ketika Jibril berkata kepada Ibrahim, "Adakah yang kaubutuhkan?" Ibrahim menjawab, "Kepadamu, aku tidak butuh apa-apa. Aku hanya butuh kepada Allah."
Jibril tahu bahwa Ibrahim tidak meminta pertolongan kepadanya dan hatinya hanya tertuju kepada Allah Swt. Karena itu, ia berkata, "Mintalah kepada-Nya!"
Artinya, jika kau tidak mau meminta kepadaku karena kau tidak mau ada perantara, mintalah kepada Tuhanmu. Dibanding aku, Dia lebih dekat kepadamu.
Kemudian Ibrahim menjawab, "Cukuplah bagiku bahwa Dia mengetahui keadaanku."
Maksudnya, aku melihat Dia lebih dekat kepadaku daripada permintaanku. Aku menyadari bahwa permintaanku adalah perantara. Aku tidak mau bersandar kepada sesuatu selain Dia. Aku sadar bahwa Allah Swt. Maha Mengetahui. Karenanya, Dia tidak perlu diminta dan Dia tidak akan mengabaikanku. Aku merasa cukup dengan ilmu Allah sehingga tidak perlu meminta. Aku mengetahui bahwa Dia pasti memerhatikanku dalam setiap keadaan. Inilah wujud sikap merasa cukup kepada Allah Swt, makna sejati hasbiyallah (cukuplah Allah bagiku).
Syekh Abu al-Abbas r.a. mengomentari firman Allah, "Dan Ibrahim yang menepati janji" dengan mengatakan, "la memenuhi keniscayaan ucapan hasbiyallah"
Ulama yang lain berpendapat, "Ibrahim telah menyerahkan makanannya untuk para tamu, anaknya untuk kurban, dan tubuhnya untuk api. Karena itu, Allah memujinya dengan berkata, 'Dan Ibrahim yang menepati janji."
Kisah Ibrahim a.s. di atas mengandung penjelasan bagi orang yang mau mengambil pelajaran dan petunjuk bagi orang yang mau melihat, yaitu bahwa siapa pun yang berhenti mengatur dirinya, Allah Swt akan memberikan pengaturan terbaik untuknya.
Buktinya, ketika Ibrahim a.s. tidak ikut mengatur dan tidak memedulikan dirinya, namun menyerahkannya kepada Allah dan bersandar kepada-Nya dalam setiap urusan, ia mendapatkan keselamatan, kemuliaan, dan sanjungan sepanjang masa. Allah Swt. memerintahkan kita untuk tidak keluar dari agamanya dan memelihara sebutan (muslim) yang dikatakan dalam firman-Nya, "Ikutilah agama orangtuamu, Ibrahim. Dia telah menamaimu sebagai muslim (yang berserah diri), dahulu dan dalam Al-Quran ini."
Karena itu, setiap pengikut Ibrahim harus berhenti mengatur untuk dirinya dan tidak menentang ketentuan Allah. "Tidak ada yang membenci agama lbrahim kecuali orang yang memperbodoh dirinya sendiri." Ajaran agama Ibrahim adalah berserah diri kepada Allah dan menerima segala ketentuan-Nya. Tegasnya, kau harus menyerahkan dirimu pada keinginan
Allah Swt.
Referensi :
- Kitab At-Tanwir fi-Isqothi At-Tadbir Syaikh Ibnu ‘Atha’illah As-Sakandary ra.