Selasa, 17 Juni 2025

Meneladani Kebijaksanaan Rabiah al Adawiyah

MATERI
Rabi’ah dilahirkan dengan nama Rabi’ah binti Ismail bin Hasan bin Zaid bin Ali bin Abi Thalib di Basrah. Beberapa riwayat juga menyebutkan nama lengkapnya sebagai Ummi al-Khair binti Ismail al-Adawiyah. Namun, tidak terdapat bukti autentik mengenai tahun kelahirannya secara pasti. Sejarah mencatat berbagai kejanggalan tentang tahun kelahirannya, yang diperkirakan berada di antara tahun 95 dan 99 H (713 atau 717 M).

Sejak kecil, Rabi’ah sudah dikenal sebagai anak yang salihah dan hafal Al-Quran. Di usia 10 tahun, ia mulai bekerja keras mencari nafkah demi bertahan hidup. Dalam buku Rabi’ah al-Adawiyah: Perjalanan dan Cinta Wanita Sufi (2019) yang ditulis oleh Azeez Naviel Malakian, keluarganya digambarkan sebagai keluarga yang sangat miskin. Bahkan, ketika ia lahir, orang tuanya tidak mampu menyediakan minyak untuk lampu sehingga rumah mereka gelap gulita.

Rabi’ah menjadi yatim piatu tanpa meninggalkan warisan apa pun dari kedua orang tuanya. Masa remajanya ia habiskan sebagai pelayan di keluarga kaum Mawali al-Atik dari suku Qais. Meskipun demikian, hidupnya ia jalani dengan penuh keteguhan dan cinta hingga akhirnya berhasil meraih kebebasannya.

Dalam buku terjemahan Pergulatan Hidup Perempuan Suci Rabi’ah al-Adawiyah (1999) karya Widad el-Sakkaini, diceritakan suatu malam tuannya terbangun karena mendengar suara rintihan dan doa-doa Rabi’ah. Saat mengintip melalui celah kamar, ia melihat cahaya menyinari seluruh ruangan tempat Rabi’ah berada. Peristiwa itu membuat sang tuan merasa malu, sehingga esoknya ia memutuskan untuk membebaskan Rabi’ah dari status pelayanannya.

Setelah mendapatkan kebebasan, perjalanan sufistik Rabi’ah al-Adawiyah berawal dengan ekspresi artistik—bernyanyi, bermain seruling, dan menyampaikan kecintaannya pada Tuhan melalui syair-syair cinta yang mendalam. 

Rabi’ah sendiri tidak menyusun teori cinta secara formal seperti yang dikenal saat ini. Namun, para ulama dan sufi sering mengutip syair-syair serta ungkapan-ungkapannya, yang kemudian menjadi dasar lahirnya berbagai teori dan konsep cinta, sering kali dikaitkan dengan istilah mahabbah Rabi’ah.

Lewat syair-syairnya, dapat kita pahami bahwa konsep cinta menurut Rabi’ah terbagi dalam dua terminologi utama: cinta sejati (al-Hubb al-Haqiqi) dan cinta duniawi (al-Hubb al-Danasi). Cinta sejati diarahkan sepenuhnya kepada Tuhan sebagai ekspresi spiritual paling murni. Sedangkan cinta duniawi lebih ditujukan kepada hal-hal selain Tuhan, mencerminkan hubungan dengan dunia material.

Pemahaman Rabi’ah tentang cinta dapat dianggap sangat ekstrem atau bahkan radikal jika dilihat dari perspektif masyarakat saat ini. Meski demikian, ada pelajaran yang sangat berharga dari ajaran cintanya. Pertama, cinta sejati menuntut fokus yang totalitas hanya kepada Yang Dicintai—dalam hal ini Tuhan—sambil menutup diri dari segala aspek duniawi serta daya tariknya. Seorang sufi harus mengalihkan pandangannya dari kesenangan duniawi demi mencapai hubungan yang indah dan murni dengan Sang Kekasih.

Kedua, Rabi’ah mengajarkan bahwa cinta haruslah langsung tertuju kepada Tuhan tanpa kompromi pada hal-hal lain. Keputusan untuk tidak menikah menjadi simbol komitmen cintanya yang utuh kepada Tuhan. Ia dengan tegas menolak lamaran Muhammad bin Sulaiman al-Hasyimi, seorang pejabat Abbasiyah di Basrah, serta Hasan al-Basri, seorang sufi terkemuka.

Pada akhirnya, apa yang membedakan pengertian cinta antara seorang sufi seperti Rabi’ah dan orang biasa terletak pada pengalaman spiritual masing-masing individu saat menjalani perjalanan mendekat kepada Sang Khalik. Konsep cintanya adalah cinta spiritual yang mendalam, jauh dari cinta duniawi atau cinta yang digerakkan oleh nafsu seperti dalam kehidupan sehari-hari. Pesan yang ditinggalkan begitu kaya dan menggugah pemaknaan kita akan kasih yang sejati.

DISKUSI

Pertanyaan:
1. Mohon maaf sebelumnya, saya masih awam. Apa sebenarnya arti dari kata sufi?

Jawaban:  
Sufi adalah seseorang yang ahli dalam ilmu tasawuf atau sufisme. Tasawuf, yang juga dikenal dengan sebutan sufisme, merupakan salah satu cabang ilmu penting dalam Islam, selain ilmu tauhid dan ilmu fiqih. Ilmu tasawuf berfokus pada pengembangan diri untuk melepaskan keterikatan terhadap hal-hal duniawi.

Kata sufi diyakini berasal dari istilah suf, yang berarti kain wol. Hal ini merujuk pada jubah atau khirqah yang sering dikenakan oleh para sufi pada masa awal perkembangan sufisme.

---

Pertanyaan:
2. Assalamualaikum, izin bertanya. Siapa guru ruhani beliau? Apakah kezuhudan yang membuat beliau tidak menikah sepanjang hidupnya? Terima kasih.

Jawaban:  
Rabiah Al-Adawiyah berguru kepada ulama dan cendekiawan besar Hasan Al-Basri, yang merupakan seorang tabi’in (generasi setelah para sahabat Rasulullah). Disebutkan juga bahwa beliau memiliki beberapa guru lainnya selain Hasan Al-Basri.

Dalam kitab Al-Bayan wa Al-Tabyin, terdapat kisah tentang Rabiah yang pertama kali didokumentasikan oleh Al-Jahizh, seorang tokoh asal Basrah. Ada kemungkinan bahwa Al-Jahizh pernah bertemu langsung dengan Rabiah Al-Adawiyah.

Rabiah mengajarkan bahwa cinta sejati harus sepenuhnya ditujukan kepada Allah, dengan mengesampingkan segala hal lainnya. Cinta mendalam inilah yang kemudian membuatnya memilih untuk tidak menikah, bahkan menolak lamaran Muhammad bin Sulaiman al-Hasyimi.

Tanda-tanda cinta ilahiah menurut Rabiah:

1. Rasa bahagia ketika ingin bertemu dengan Sang Kekasih (Allah), hingga tabir (kasyf) terbuka.  
2. Mendahulukan apa yang dicintai Allah daripada apa yang dicintai dirinya sendiri.  
3. Selalu mengingat-Nya dan memperbanyak dzikir kepada Allah.  
4. Menyendiri untuk beribadah hanya kepada Allah, bermunajat kepada-Nya, dan membaca firman-Nya dalam Al-Qur'an.  
5. Tidak menyesali apa yang hilang darinya selain Allah.

---

Pertanyaan:
3. Apa hakikat cinta?  

Jawaban:  
Kita dapat mengambil pelajaran dari pemikiran Rabi’ah al-Adawiyah tentang cinta, yaitu cinta yang bersifat spiritual atau mahabbah. Cinta ini bukanlah nafsu atau cinta seperti pada umumnya, melainkan cinta murni kepada Allah.  
Menurut Rabi’ah, jalan menuju cinta ilahi dimulai dengan taubat, diikuti oleh ridha kepada Allah. Dalam surat Al-Bayyinah ayat 8, disebutkan bahwa "Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada-Nya." Oleh karena itu, kita harus terlebih dahulu ridha atas apa yang Allah berikan, bukan menunggu ridha Allah kepada kita lebih dahulu.

Hakikat cinta sejati digambarkan sebagai keadaan tanpa jarak antara yang mencintai dan yang dicintai. Cinta adalah ekspresi rindu dan luapan perasaan yang tidak dapat sepenuhnya diungkapkan dengan kata-kata. Ia adalah pengalaman spiritual yang mendalam dan transformasional. Dalam cinta ini, seseorang kehilangan ego dan larut dalam kedekatan dengan Allah, hingga segala aspek kehidupan diarahkan untuk menyaksikan dan merasakan kehadiran-Nya. Cinta sejati melibatkan kebesaran, keinginan yang tak tersampaikan, hati yang penuh kerinduan, serta ketundukan total. Meskipun terasa berat, cinta semacam ini membawa keindahan yang abadi.

--- 

Pertanyaan: 
4. Apakah diperbolehkan bagi seseorang di zaman modern untuk mengikuti jalan Rabi’ah al-Adawiyah secara utuh? Bagaimana cara agar kita memiliki rasa cinta yang kuat kepada Allah dan memperdalam kehidupan sufistik?  

Jawaban:  
Seseorang tentu dapat belajar dan mengaplikasikan nilai-nilai dari jalan spiritual Rabi’ah al-Adawiyah asalkan tetap relevan dengan keadaan di masa kini dan tidak melanggar syariat.  

Untuk membangun rasa cinta kepada Allah dan meningkatkan kesufian, diperlukan langkah-langkah berikut:  

1. Taubat – Bertaubat secara tulus kepada Allah atas segala kekhilafan, menjadikan diri lebih bersih dari dosa-dosa yang menghalangi hubungan dengan-Nya.  
2. Membersihkan hati (shofwah) – Proses ini melibatkan penghilangan sifat-sifat buruk seperti iri hati, kesombongan, dan dengki, kemudian menggantinya dengan sifat-sifat baik seperti kasih sayang, ikhlas, dan rendah hati.  
3. Wilayah (kewalian) – Mendekatkan diri secara konsisten kepada Allah melalui ibadah, zikir, doa, dan amal kebaikan hingga mencapai tingkat kedekatan spiritual yang mendalam.  
4. Fana’ – Melepaskan ego dan keterikatan dengan duniawi agar hati sepenuhnya fokus kepada Allah. Ini adalah puncak dari perjalanan spiritual di mana seseorang merasa dirinya lenyap dalam kehadiran-Nya.

Proses ini memerlukan komitmen yang besar dan keikhlasan, serta selalu berusaha menjaga hubungan dengan Allah melalui niat yang murni dan perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari.

---

Pertanyaan:
5. Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Izin bertanya, Gus.

Tentang pemahaman syair "Ilahi anta maqsudi waridhoka matlubi, atini mahabbataka wama'rifataka" bagaimana maknanya?

Jawaban:  
Secara keseluruhan, syair ini merupakan doa yang penuh makna, memohon kepada Allah agar diberikan cinta-Nya, keridhaan-Nya, serta pengetahuan tentang diri-Nya. Doa ini mencerminkan kepasrahan dan kesadaran seorang hamba akan kebesaran Allah, sekaligus menunjukkan kerinduan untuk senantiasa dekat kepada-Nya.  

Kalimat *Ilahi anta maqsudi waridhoka matlubi, atini mahabbataka wama'rifataka* sering kali diwiridkan dalam amalan tarekat Naqsyabandiyah Khalidiyah sebagai bentuk dzikir mendalam. Doa ini dapat dipahami sebagai berikut:  

**Ilahi anta maqsudi**  
"Ya Allah, Engkaulah tujuanku." Ini menyiratkan bahwa tujuan utama hidup seorang mukmin adalah mengarahkan segalanya untuk mencari dan mendekatkan diri kepada Allah.  

**Waridhoka matlubi**  
"Ridha-Mu yang kuinginkan." Menegaskan bahwa tujuan tertinggi seorang manusia adalah meraih keridhaan Allah di atas segalanya, menjadikannya pusat segala usaha dan pengorbanan hidup.  

**Atini mahabbataka**  
"Berikanlah aku cinta-Mu." Sebuah permohonan yang tulus agar mendapat anugerah cinta dari Allah, yang menjadi sumber kebahagiaan, kekuatan, dan motivasi dalam menjalani ibadah.  

**Wama'rifataka**  
"Dan pengetahuan tentang diri-Mu." Mengungkapkan harapan untuk diberi pengenalan dan pemahaman mendalam tentang Allah. Mengenal Allah merupakan hal yang sangat ditekankan dalam Islam sebagai landasan iman sejati.  

Memahami dan menghayati doa ini dapat menjadi obat hati bagi siapa saja yang ingin merasakan cinta ilahi secara mendalam.

---

Pertanyaan:
6. Bagaimana cara bertaubat yang benar sesuai dengan Al-Qur'an, khususnya taubatan nasuha? Apakah hanya cukup dengan penyesalan saja, atau ada syarat-syarat yang harus dipenuhi?

Jawaban:  
Taubat yang benar dikenal sebagai taubatan nasuha, yaitu pertobatan yang dilakukan dengan sungguh-sungguh, tulus, dan sepenuhnya ikhlas kepada Allah. Berikut beberapa syarat taubat yang perlu dipahami:  

- Menyesali dosa yang telah dilakukan: Penyesalan adalah langkah awal untuk menyadari kesalahan.  
- Berhenti dari dosa: Taubat harus segera diikuti dengan meninggalkan perbuatan dosa secara total, tanpa berkompromi.  
- Berjanji untuk tidak mengulanginya lagi: Tekad kuat untuk tidak kembali melakukan dosa tersebut menjadi kunci taubatan nasuha.  
- Mengembalikan hak orang lain (jika berkaitan dengan manusia): Jika dosa menyangkut hak orang lain (seperti mencuri atau menyakiti), maka hak tersebut harus dikembalikan atau diselesaikan terlebih dahulu.

Apabila dosa tersebut dilakukan kembali setelah taubat, maka taubat sebelumnya belum termasuk taubatan nasuha, melainkan hanya sebatas "taubat kapok lombok" karena tidak didasari niat yang kuat. Maka, pertobatan sejati diperlukan kejujuran terhadap diri sendiri dan rasa takut kepada Allah.

---

Tanda-tanda cinta ilahiah

1. Rasa rindu yang mendalam untuk bertemu dengan Allah hingga terungkap rahasia-Nya (kasyf).  
2. Mengutamakan apa pun yang dicintai oleh Allah lebih dari apa yang disenangi dirinya sendiri.  
3. Senantiasa mengingat Allah dan memperbanyak zikir.  
4. Berupaya mendekatkan diri kepada Allah melalui khalwat, munajat, dan membaca Al-Qur'an.  
5. Tidak menyesali kehilangan apa pun di dunia kecuali kedekatan dengan Allah.   
6. Merasakan kenikmatan dalam beribadah dan tidak menganggapnya beban.  
7. Bersikap lembut serta penuh kasih sayang terhadap semua makhluk-Nya.  
8. Memiliki perpaduan antara rasa takut dan harapan saat mencintai Allah.  
9. Menyembunyikan cintanya kepada Allah sebagai bentuk pemuliaan atas kasih tersebut.  
10. Senantiasa merasa rida kepada ketentuan dan keputusan Allah sebagai manifestasi cinta sejati.

Senin, 16 Agustus 2021

CERITA SINGKAT PAKAIAN PUTIH WALI PAIDI

CERITA SINGKAT PAKAIAN PUTIH WALI PAIDI

Suatu ketika, ada seorang tamu yang hendak berkunjung ke rumah wali paidi, 

Tamu : "Eh, wali paidi.. Kamu kenapa setiap sholat kok makai pakaian putih, lengkap dengan jubah sorbannya?"

Wali Paidi : "Aku belajar mengikuti perintahnya Kanjeng Nabi."

Tamu : "Bukankah, kita di Indonesia, harus mengikuti adat budaya setempat."

Wali Paidi : "Bukankah usai ibadah aku udah memakai pakaian sesuai adat budaya setempat."

Tamu : "Tapi kan, lebih bagus, bisa menyesuaikan, baik ibadah maupun bermasyarakat."

Wali Paidi : "Seandainya ada pakaian yang mampu mengalahkan pahala keutamaan dari pakaian putih, jubah, sorban, aku siap untuk melepaskan semua atribut ini, dan kalau bisa kasih referensi dan tendensi yang jelas, bersanad."

Tamu : "Gak tau 🥺, tapi kan kalau kamu makai pakaian seperti ini kamu di anggap asing."

Wali Paidi : "Akan ada zaman ketika melaksanakan tuntunan menjadi tontonan.. Tatkala menunaikan keta’atan kepada Allah SWT dianggap sebagai keanehan, manakala bersungguh-sungguh dalam memenuhi kewajiban agama dipandang sebagai perilaku berlebihan, dan bahkan melampaui batas. Akan datang suatu masa saat berpegang teguh kepada Dinul Islam ini dianggap ketidakwarasan. Mereka asing di mata manusia, dan manusia pun mengasingkannya. Teringatlah kita kepada sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam:

“بَدَأَ الإِسْلاَمُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ”

"Islam muncul dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana munculnya, Karena itu, beruntunglah orang-orang yang asing". (HR Muslim)

Jika telah tiba masanya, yang bersungguh-sungguh melaksanakan agama ini dianggap aneh. Amalan mereka tampak asing. Mereka melaksanakan amal shalih, Sunnah Rasul dan ‘ibadah berdasarkan tuntunan dari Rasulullah SAW, tapi manusia mengingkari. Orang-orang yang dianggap asing dan terasingkan itu sesungguhnya justru orang yang shalih di tengah-tengah kerusakan yang menimpa ummat. Tapi sebagian besar manusia mengingkari. Hanya sedikit sekali manusia yang mendengar kata-katanya dan mengikuti apa yang dinasehatkannya."

Tamu :  "Masyaa Allah 😭"

MUTIARA NADZOM
SAYYIDI SYAIKHUNAL MUKARROM HABIBULLAH MAULANA HABIB UMAR BIN ISMA'IL BIN YAHYA PANGURAGAN - CIREBON

Laailaahaillallooh Al-Malikul Haqqul Mubin
Muhammadur Rosululloh Shodiqul Wa’dil Amiin

Gusti sinuhun nawuri sorban
Ngideri mesjid minangka hudan

Dipun beber Nyai Mas Ayu
Gandasari saking Dermayu

Duh Gusti sae temen
Sorban niki kangge sinten

Jawab Gusti sorban niki
Kangge umat Kanjeng Nabi

Umat ing kang purun sholat
Serta nurut perentah sunnat

Perentah Allah kang den pasti
Ora tinggal sampe mati

KEUTAMAAN SORBAN

عن جابر قال, قال رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم: رَكْعَتَانِ بِعَمَامةٍ خَيْرٌمِنْ سَبْعِينَ رَكْعَةً بِلاَ عِمَامَةٍ)

Dari Jabir ia berkata, Rasulullah Saw bersabda : "Shalat dua raka’at dengan memakai sorban, lebih baik/utama dari pada shalat tujuh puluh raka’at tanpa memakai sorban." HR.Ad-Dailami, lihat kitab Syarah jami’ ash-Shagir oleh Syekh al-Manawi juz 4 hadits no4468). Shalat adalah menghadap Sang Maha Raja, dan datang menghadap ke hadirat Sang Maha Raja, tanpa berhias adalah menyalahi adab! (Kitab Tanqih al-Qaul)

Rabu, 27 Januari 2021

SERAT JOYOBOYO

SERAT JOYOBOYO

Mbesuk yen wis ono kreto tanpa jaran (mobil),
Tanah Jawa kalungan wesi (rel kereta api),
Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang (pesawat),
Kali ilang kedhunge,
Pasar ilang kumandhang'e,
Iku tondho yen tekane jaman Joyoboyo wis cedhak.

Bumi soyo suwe soyo mengkeret,
Sekilan bumi dipajeki,
Jaran doyan mangan sambel,
Wong wadon nganggo pakeyan lanang
Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking jaman.

Akeh janji ora ditetepi,
Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe,
Menungso podho seneng nyalah,
Ora ngendahake hukum Alloh ,
Barang jahat diangkat-angkat,
Barang suci dibenci,
Akeh menungso mung ngutamakke dhuwit,
Lali kamanungsan,
Lali kabecikan,
Lali sanak lali kadang.

Akeh bopo lali anak,
Akeh anak wani nglawan ibu,
Nantang bopo,
Sedulur podho cidro,
Kulawargo podho curigo.
Konco dadi mungsuh.

Akeh menungso lali asale,
Ukuman Ratu ora adil.
Akeh wong pangkat sing jahat,
Akeh kelakuan sing ganjil,
Wong apik-apik podho kapencil,
Akeh wong nyambut gawe apik-apik podho ngroso isin,
Luwih utomo ngapusi,
Wegah nyambut gawe.

Kepingin urip mewah,
Ngumbar nafsu angkoro murko, nggedhekake duroko,
Wong bener thenger-thenger,
Wong salah malah bungah,
Wong apik ditampik-tampik,
Wong jahat munggah pangkat
Wong agung kasinggung,
Wong olo kapujo,
Wong wadon ilang kawirangane,
Wong lanang ilang kaprawirane.

Akeh wong lanang ora duwe bojo,
Akeh wong wadon ora setyo marang bojone,
Akeh ibu podho ngedol anake,
Akeh wong wadon ngedol awake,
Akeh wong ijol2an bojone.

Wong wadon nunggang jaran,
Wong lanang linggih plangki,
Rondho seuang loro,
Prawan seaga lima,
Dhudho pincang laku sembilan uang.

Akeh wong ngedol elmu,
Akeh wong ngaku-aku,
Njobone putih njerone dhadhu,
Ngakune suci, nanging sucine palsu.

Akeh bujuk akeh lojo,
Akeh udan salah mongso,
Akeh prawan tuwo,
Akeh rondho nglairake anak,
Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapak'e.

Agomo akeh sing nantang,
Prikamanungsan soyo ilang.
Omah suci dibenci,
Omah olo soyo dipujo.

Wong wadon lacur ing ngendi-endi,
Akeh laknat,
Akeh pengkhianat.

Anak mangan bapak,
Sedulur mangan sedulur.
Konco dadi mungsuh.
Guru disatru.
Tonggo podho curiga.
Kono-kene soyo angkoro murko.

Sing weruh kebubuhan,
Sing ora weruh ketutuh.
Mbesuk yen ono peperangan.
Teko soko wetan, kulon, kidul lan lor.

Akeh wong becik soyo sengsoro,
Wong jahat soyo seneng.
Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul.
Wong salah dianggep bener.
Pengkhianat nikmat.
Durjono soyo sempurno.

Wong jahat munggah pangkat.
Wong lugu kebelenggu.
Wong mulyo dikunjoro.

Sing curang garang.
Sing jujur kojur.
Pedagang akeh sing keplarang.
Wong main akeh sing ndadi.
Akeh barang haram.
Akeh anak haram.

Wong wadon nglamar wong lanang.
Wong lanang ngasorake drajate dhewe.

Akeh barang-barang mlebu luang.
Akeh wong kaliren lan wudo.
Wong tuku ngglenik sing dodol.
Sing dodol akal okol.
Wong golek pangan koyo gabah diinteri.

Sing kebat kliwat.
Sing telah sambat.
Sing gedhe kesasar.
Sing cilik kepleset.
Sing anggak ketunggak.
Sing wedi mati.
Sing nekat mbrekat.
Sing jerih ketindhih.
Sing ngawur makmur.
Sing ngati-ati ngrintih.
Sing ngedan keduman.
Sing waras nggagas.

Wong tani ditaleni.
Wong dora uro-uro.
Ratu ora netepi janji, musno panguwasane.
Bupati dadi rakyat.
Wong cilik dadi priyayi.
Sing mendele dadi gedhe.
Sing jujur ajur.
Akeh omah ing ndhuwur jaran.
Wong mangan wong.
Anak lali bapak.
Wong tuwa lali tuwane.
Pedagang adol barang saya laris.
Bondhone soyo ludhes.
Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan.

Akeh wong nyekel bondho nanging uripe sengsoro.
Sing edan biso dandan.
Sing bengkong biso nggalang gedhong.

Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil.

Ono peperangan ing njero.
Timbul amarga para pangkat akeh sing salah tompo ...

Pitutur Jowo asli iki ojo dilalekno ...
Urip iku mung sedhelo ...
Mulo, pitutur iki sebarno marang poro konco ...!!
Matur Nuwun ...

Minggu, 24 Januari 2021

MENCINTAI SEBUAH KEHILANGAN

MENCINTAI SEBUAH KEHILANGAN

"Mungkin saat ini hatimu masih begitu pilu ketika harus melepas seseorang yang kau harapkan menjadi pendamping hidupmu. Ia pergi meninggalkan sejuta kenang yang sulit kau lupa. Namun nyatanya ia pergi membawa luka.

Perih, dan pedih terasa. Kau mencoba menyibukkan diri hanya demi bisa melupakan sebuah rasa sakit yang sedang mendera. Kau mencoba tersenyum di halik tirai hatimu yang penuh luka.

Mau sampai kapan kau seperti ini? Bahkan kau tau bahwa ia sudah bersama yang lain. Terimalah, berlapang dadalah meski sulit. Hadiah terindah Allah terkadang tidak dibungkus dengan indah, melainkan terkadang dibungkus dengan ujian yang menyakitkan.

Waktu akan membantumu untuk melupakan segala hal tentangnya. Kau hanya perlu berjuang dengan penuh keyakinan bahwa kau bisa sembuh dari luka yang menyakitkan. Tidak apa-apa jika kau lelah, tidak apa-apa jika kau menangis, tapi jangan pernah kau menyerah.

Bersujudlah lebih lama, berdoalah lebih khusuk dan tumpahkan segala keluh kesah serta air mata dalam sujud panjangmu. Jangan rendahkan harga diri serta kehormatan demi cinta yang belum halal.

Kehilangan bukanlah suatu hal yang mudah untuk diterima. Namun kau harus belajar mencintai sebuah kehilangan. Titipkan segala rasa hanya pada-Nya. Karena dialah sebaik-baik penjagaan."

#sanindolovestory
#wgsantriindonesia

Selasa, 05 Januari 2021

LUPA TUHAN => LUPA DIRI

LUPA TUHAN => LUPA DIRI

وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ اَنْفُسَهُمْۗ  اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ 

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik." (QS. Al-Hasyr[59]:19)

Mungkin selama ini kita mengira, jika kita lupa pada diri kita sendiri, menyebabkan kita lupa kepada Tuhan. Tapi logika Al-Qur'an justru sebaliknya, lupa kepada Tuhan akan mengakibatkan lupa pada diri kita sendiri.

Tapi memang begitulah penciptaan manusia. Sejak awal penciptaan sudah bersama Tuhan. 

فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ  لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗ    ذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ 

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui," (QS. Ar-Rum[30]:30)

Kita tak mungkin terpisah dari asal muasal kita.
Ingat Tuhan adalah ingat diri. Mengetahui Tuhan adalah mengetahui diri. Bagaimana mungkin kita berpisah dari Tuhan sementara Tuhan lebih dekat dari urat leher?

Melupakan Tuhan tak ubahnya tertidur oleh racun, sebuah kematian hitam yang gelap, menyayat-nyayat diri sendiri. Bagaimana mungkin kita melupakan 'seluruh kesempurnaan?'  Hanya dengan Dia kita menemukan kesejatian diri. Selain diriNya hanya imajinasi semata.


~ Muh. Nur. Jabir ~